
Jakarta –
Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polisi Republik Indonesia telah melengkapi berkas kendala persoalan pagar bahari di perairan Tangerang. Penyidik sudah melimpahkan kembali berkas kendala tersebut ke Kejaksaan Agung (Kejagung) hari ini.
Hal itu disampaikan Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, menjawab pertanyaan soal catatan Kejagung yang meminta kendala dikembangkan menjadi praduga tindakan melawan hukum korupsi (tipikor).
“Kami tetap dari penyidik Polisi Republik Indonesia utamanya menyaksikan bahwa tindakan melawan hukum pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 263 KUHP. Menurut penyidik yang berkas yang kami kirimkan itu sudah tercukupi unsur secara formil maupun materiil,” kata Djuhandhani di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (10/4/2025).
Baca juga: Kejagung Terima Berkas 4 Tersangka Kasus Pagar Laut Tangerang |
Dia menyebut, menurut hasil investigasi para saksi ahli, tergolong pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), atas pengembangan kendala dokumen SHGB dan SHM di kawasan pagar bahari Tangerang, belum didapatkan indikasi kerugian negara.
“Kita bahas kira-kira ini ada kerugian negara di mana ya. Mereka (BPK) belum sanggup menerangkan adanya kerugian negara,” ucap Djuhandhani.
Karena itu, Djuhandani menyatakan pihaknya belum sanggup melanjutkan kendala tersebut ke ranah praduga korupsi. Sebab, sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.25/ PUU 14-2016, kendala korupsi mesti dibuktikan dengan kerugian negara sesuai BPK.
“Terdapatnya indikasi derma suap atau gratifikasi terhadap para penyelenggara negara. Saat ini yang dalam hal ini Kades Kohod, ini di sekarang ini sedang dijalankan pengusutan oleh Kortas Tipikor Mabes Polri,” ucap dia.
“Kemudian, terhadap kejahatan atas kekayaan negara yang berupa pemagaran kawasan bahari desa Kohod, di sekarang ini sedang dilaksanakan proses pengusutan oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu dan sudah turun sprint sidiknya. Ini yang kini berlangsung,” lanjut Djuhandhani.
Adapun terkait pidana biasa menyangkut pemalsuan sertifikat, kata Djuhandani, sudah didasarkan pada fakta-fakta dominan. Dengan posisi kendala pemalsuan sertifikat yang tidak merugikan perekonomian negara.
Namun, mempunyai efek kerugian pada penduduk yang terusik kehidupannya respon pagar bahari yang membentang di perairan Tangerang.
“Karena kerugian yang ada di sekarang ini yang didapatkan penyidik yaitu kerugian yang oleh para nelayan. Dengan adanya pemagaran itu dan lain sebagainya. Makara kita masih menyaksikan itu selaku tindakan melawan hukum pemalsuan,” terang Djuhandhani.
Karena itu, lanjut dia, kendala polemik pagar bahari terkait pemalsuan sertifikat, berlainan dengan kendala praduga suap atau gratifikasi. Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP)-nya pun akan terpisah.
Sebelumnya, Jaksa Agung Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Kejagung mengembalikan berkas kendala terkait praduga pemalsuan sertifikat di kawasan pagar bahari Tangerang terhadap Dittipidum Bareskrim Polri.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, menyampaikan berkas yang dikembalikan itu atas nama tersangka Kepala Desa (Kades) Kohod Arsin, UK selaku Sekretaris Desa (Sekdes) Kohod, serta SP dan CE selaku peserta kuasa.
“Berdasarkan hasil analisis hukum, jaksa penuntut biasa (JPU) menampilkan isyarat biar penyidikan kendala ini ditindaklanjuti ke ranah tindakan melawan hukum korupsi sebagaimana dikelola dalam Undang-Undang Tipikor,” kata Harli, dilansir Antara, Selasa (25/3/2025).
Dia mengatakan, menurut hasil analisis JPU pada Jampidum, terdapat indikasi mempunyai pengaruh bahwa penerbitan sertifikat hak milik (SHM), sertifikat hak guna bangunan (SHGB), dan izin persetujuan kesesuaian acara pemanfaatan ruang (PKKPR) darat dijalankan secara melawan hukum.
“Dugaan tersebut termasuk pemalsuan dokumen, penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik, serta adanya indikasi penerimaan gratifikasi atau suap oleh para tersangka, tergolong Kepala Desa dan Sekretaris Desa Kohod,” ucapnya.
Selain itu, JPU juga menerima potensi kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara selaku respon dari penguasaan kawasan bahari secara ilegal.
“Hal ini tergolong penerbitan izin dan sertifikat tanpa izin reklamasi maupun izin PKKPR bahari sebagaimana dikelola dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,” terangnya.
Oleh alasannya itu, JPU menampilkan isyarat biar penyidikan kendala ini ditindaklanjuti ke ranah tindakan melawan hukum korupsi.
“Koordinasi lebih lanjut dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) diperlukan guna menentukan proses aturan berjalan sesuai ketentuan,” kata Harli.
Baca juga: Polri Periksa 34 Orang Terkait Dugaan Korupsi Pagar Laut di Tangerang |
Simak juga Video: Bareskrim Tetapkan 9 Tersangka Kasus Pagar Laut Bekasi
bareskrim polripagar bahari tangerangkejaksaan agungHoegeng Awards 2025Baca dongeng inspiratif calon polisi pola di siniSelengkapnya
Leave feedback about this